Kamis, 28 Juni 2007

TRANSPOR O2 DAN CO2 (3)

OXYGEN DELIVERY (DO2)
O2 yang masuk ke dalam aliran darah di paru akan dibawa ke organ-organ vital oleh jantung. Laju prosesnya disebut oxygen delivery (DO2). DO2 menggambarkan volume O2 (dalam milimeter) yang mencapai pembuluh darah kapiler sistemik tiap menit. Nilainya setara dengan hasil perkalian kandungan O2 dalam arteri (CaO2) dengan satuan mL/L dan curah jantung (Q) dalam L/min

DO2 = Q x CaO2 x 10 (Persamaan 6)

(Angka pengali 10 digunakan untuk mengubah satuan CaO2 dari mL/dL menjadi mL/L, sehingga DO2 dapat dinyatakan dalam mL/min). Jika CaO2 diuraikan menjadi komponen-komponennya (1,34 x Hb x SaO2), persamaan 6 dapat ditulis menjadi.

DO2 = Q x 1,34 x Hb x SaO2 x 10 (Persamaan 7)

Bila kateter arteri pulmonal digunakan untuk menilai curah jantung (cardiac output), DO2 dapat dihitung dengan persamaan 7. DO2 normal pada orang dewasa saat istirahat adalah 900–1,100 mL/min, atau 500–600 mL/min/m2 (lihat tabel 3).



OXYGEN UPTAKE (VO2)
Ketika darah mencapai pembuluh kapiler sistemik, O2 terpisah dari hemoglobin dan masuk ke dalam jaringan. Laju terjadinya prosesnya disebut oxygen uptake (VO2). VO2 menggambarkan volume O2 (dalam mL) yang meninggalkan darah kapiler dan masuk ke dalam jaringan tiap menit. Karena O2 tidak disimpan dalam jaringan, maka nilai VO2 juga merupakan nilai penggunaan O2 di jaringan. VO2 (dalam mL/menit) dapat dihitung dengan mengalikan curah jantung (cardiac output, Q) dan selisih kandungan oksigen arteri dan vena. (CaO2 - CvO2).

VO2 = Q x (CaO2-CvO2) x 10 (Persamaan 8)

(Angka pengali 10 digunakan dengan alasan yang sama dengan penjelasan untuk DO2). Metode untuk mendapatkan nilai VO2 ini disebut metode kebalikan Fick karena persamaan 8 adalah variasi dari persamaan Fick (di mana curah jantung merupakan variabel asal: Q = VO2/CaO2 - CvO2). Karena CaO2 dan CvO2 memiliki komponen yang sama (1.34 × Hb × 10), maka persamaan 8 ditulis menjadi:

VO2 = Q x (CaO2-CvO2) x 10
VO2 = Q x [{(13,4 × Hb × 10) x SaO2}-{(13,4 × Hb × 10) x SvO2}] x 10
VO2 = Q x (13,4 × Hb × 10) x (SaO2 – SvO2) (Persamaan 9)

Pada persamaan terlihatkan bahwa VO2 menggunakan variabel yang dapat diukur pada praktek sehari-hari. Penentuan VO2 dalam persamaan terlihat pada gambar 3. Kisaran normal VO2 pada orang dewasa sehat adalah 200–300 mL/menit, atau 110–160 mL/menit/m2 (lihat tabel 3).



Gambar 3. Gambaran skematik dari faktor-faktor yang menentukan laju ambilan oksigen (oksigen uptake, VO2) dari mikrosirkulasi. SaO2 dan SvO2 = Saturasi oksigen dari hemoglobin di dalam darah arteri dan vena; PO2 = tekanan parsial oksigen; Hb = molekul hemoglobin.

FICK VS WHOLE-BODY VO2
VO2 pada persamaan Fick yang dimodifikasi tidak sama dengan VO2 seluruh tubuh (whole-body VO2) karena tidak memasukkan konsumsi O2 paru-paru. Normalnya, VO2 paru-paru nilainya kurang dari 5% VO2 seluruh tubuh, tapi dapat meningkat 20% VO2 seluruh tubuh pada pasien dengan keadaan inflamasi paru (yang sering terjadi pada pasien ICU). Hal ini menjadi penting bila VO2 digunakan sebagai target terapi manajemen hemodinamik karena taksiran yang rendah dari VO2 seluruh tubuh dapat menyebabkan manajemen yang agresif berlebihan untuk meningkatkan VO2. Pengukuran langsung VO2 (akan dijelaskan kemudian) akan memberi gambaran yang lebih akurat dari VO2 seluruh tubuh.

PENGUKURAN LANGSUNG VO2
VO2 seluruh tubuh dapat diukur secara langsung dengan memantau laju hilangnya O2 dari paru. Pengukuran ini dilakukan menggunakan peralatan khusus dengan alat analisis gas oksigen yang dihubungkan dengan jalan napas sisi proksimal (biasanya pada pasien yang terintubasi) untuk mengukur konsentrasi O2 dari udara inhalasi dan ekshalasi. Alat akan mencatat dan menampilkan VO2 sebagai hasil ventilasi semenit (minute ventilation, VE) dan fraksi konsentrasi O2 dari gas inhalasi dan ekshalasi (FiO2 dan FeO2).

VO2 = VE x (FiO2 – FeO2) (Persamaan 10)

Pengukuran langsung VO2 lebih akurat dari perhitungan VO2 (Fick) karena hasilnya lebih mendekati nilai VO2 seluruh tubuh. Kelemahan utama dari pemeriksaan langsung VO2 adalah tidak tersedianya peralatan pemantauan (monitoring) di banyak unit perawatan intensif (ICU) dan membutuhkan tenaga terlatih untuk menjalankan peralatan.

RASIO EKSTRAKSI OKSIGEN (Oxygen-Extraction Ratio, O2ER)
Fraksi oksigen di kapiler yang masuk ke jaringan merupakan sarana untuk menilai efisiensi transpor O2. Nilai ini dipantau dengan parameter yang disebut rasio ekstraksi oksigen (oxygen extraction ratio, O2ER), yang merupakan rasio dari oksigen yang diambil di jaringan (O2 uptake) terhadap O2 yang dibawa ke jaringan (O2 delivery).

O2ER = VO2 / DO2 (Persamaan 11)

Rasio ini dapat dikalikan dengan 100 dan dinyatakan dalam persen. Karena VO2 dan DO2 memiliki komponen yang sama (Q x 1,34 x Hb x 10), maka persamaan 11 dapat disederhanakan hanya menggunakan 2 variabel terukur:

O2ER = VO2 / DO2
O2ER = (Q x (((13,4 × Hb × 10) x SaO2)-((13,4 × Hb × 10) x SvO2)) x 10} / (Q x 1,34 x Hb x SaO2 x 10)
O2ER = (Q x (((13,4 × Hb × 10) x SaO2-SvO2)) x 10} / (Q x 1,34 x Hb x SaO2 x 10)
O2ER = (SaO2 - SvO2) / SaO2 (Persamaan 12)

Saat SaO2 mendekati nilai 1.0 (yang biasanya terjadi), O2ER secara kasar sama dengan selisih SaO2 dan SvO2: O2ER = SaO2 - SvO2.

O2ER normal sekitar 0,25 (kisaran = 0,2-0,3), terlihat pada tabel 3. Ini berarti bahwa hanya 25% dari oksigen yang bawa ke kapiler sistemik dan digunakan oleh jaringan. Meskipun ekstraksi O2 normalnya rendah, nilai ini dapat menyesuaikan dan dapat meningkat saat kiriman oksigen ke jaringan terganggu. Penyesuaian ekstraksi O2 merupakan faktor penting dalam pengaturan oksigenisasi jaringan.

PENGATURAN UPTAKE OKSIGEN
Sistem transpor oksigen diatur untuk mempertahankan aliran konstan oksigen ke jaringan (VO2 yang konstan) dalam menghadapi perubahan suplai oksigen (DO2 yang bervariasi). Keadaan ini dimungkinkan karena kemampuan ekstraksi oksigen menyesuaikan dengan perubahan kiriman oksigen (DO2). Sistem pengendalian VO2 dapat diterangkan dengan menyusun kembali persamaan ekstraksi O2 (Persamaan 11) sehingga VO2 menjadi variabel dependen:

VO2 = DO2 x O2ER (Persamaan 13)

Persamaan menunjukkan bahwa VO2 akan tetap konstan bila perubahan pada DO2 disertai perubahan yang setara pada O2ER. Namun, bila ekstraksi O2 tetap tidak berubah, maka perubahan DO2 akan disertai perubahan VO2 yang setara. Kemampuan ekstraksi oksigen menyesuaikan perubahan DO2 menentukan kemampuan mempertahankan VO2 yang konstan.

HUBUNGAN DO2-VO2
Hubungan normal antara kiriman oksigen (DO2) dan ambilan oksigen (VO2) terlihat pada gambar 4. Seiring awal penurunan DO2 di bawah normal (ditunjukkan oleh panah di gambar), VO2 awalnya konstan, menandakan O2ER semakin meningkat sesuai penurunan DO2. Penurunan DO2 lebih jauh akan mencapai suatu titik di mana VO2 kemudian akan menurun. Perubahan nilai VO2 yang konstan menjadi nilai VO2 yang berubah terjadi saat ekstraksi O2 meningkat di atas nilai maksimal 50-60% (O2ER = 0,5-0,6). Segera setelah O2ER maksimal, penurunan DO2 lanjut akan menyebabkan penurunan VO2 yang setara. Bila ini terjadi maka VO2 akan tergantung suplai oksigen (supply-dependent), dan laju metabolisme aerob akan tergantung suplai oksigen. Kondisi ini disebut sebagai disoksia. Seiring mulai menurunya metabolisme aerob (VO2), produksi oksidatif fosfat energi tinggi (ATP) mulai menurun, mengakibatkan gangguan fungsi sel dan bahkan kematian sel. Tanda klinis dari proses ini adalah gambaran klinis syok dan gagal multiorgan yang progresif.


Gambar 4. Grafik menunjukkan hubungan normal antara kiriman O2 (DO2) dan ambilan O2 (VO2) saat kiriman oksigen menurun, ditunjukkan panah.

DO2 KRITIS (Critical DO2)
DO2 dimana VO2 mulai tergantung suplai O2 disebut DO2 kritis (critical DO2). Keadaan ini adalah DO2 terendah yang dapat berperan penuh dalam metabolisme aerob dan ditentukan dengan melihat perubahan arah (tikungan) pada kurva DO2-VO2 (lihat gambar 4). Meskipun mampu menentukan batas ambang metabolisme anaerob, DO2 kritis memiliki nilai klinis terbatas. Pertama, DO2 kritis memiliki variasi yang sangat beragam di berbagai penelitian pasien kritis dan tidak mungkin untuk menentukan DO2 kritis pada tiap pasien di ICU. Kedua, kurva DO2-VO2 dapat berupa kurvalinear (misalnya tanpa titik tunggal transisi dari VO2 yang konstan menjadi VO2 yang menurun), dan pada keadaan ini tidak mungkin menentukan DO2 kritis.

Rasio DO2:VO2 dapat menjadi parameter yang lebih berguna dibanding DO2 kritis untuk menentukan (dan menghindari) batas ambang metabolisme anaerob. Mempertahankan rasio DO2:VO2 menjadi 4:1 atau lebih telah menjadi direkomendasikan sebagai strategi untuk menghindari batas ambang metabolisme anaerob pada pasien kritis.

Sumber kutipan
Marino PL. The ICU Book. 3rd edition. New York: Lippincott Williams & Wilkins, 2007.

Tidak ada komentar: