Sabtu, 30 Juni 2007

TRANSPOR O2 DAN CO2 (4)

TRANSPOR CO2
Karbondioksida (CO2) merupakan produk akhir utama dari metabolisme oksidatif, dan karena mudah berubah menjadi asam karbonat, CO2 dapat menjadi penyebab asidosis berat bila dibiarkan terakumulasi. Pentingnya eliminasi CO2 dari tubuh jelas terlihat pada mekanisme sistem kontrol ventilasi, yang bekerja mempertahankan PCO2 konstan di dalam darah arteri (PaCO2). Peningkatan PaCO2 5 mmHg dapat menyebabkan peningkatan volume semenit (minute ventilation) dua kali lipat. Untuk menghasilkan peningkatan ventilasi, PCO2 arteri akan turun hingga 55 mmHg. Sistem kontrol ventilasi yang lebih cenderung memperhatikan adanya hiperkapnia dan mengabaikan hipoksemia sangat menarik karena memberi kesan bahwa sistem ventilasi lebih perhatian pada pembuangan sisa metabolisme (CO2) daripada meningkatkan metabolisme anaerob (memberi suplai oksigen).

HIDRASI CO2

CO2 tubuh total pada orang dewasa dilaporkan sekitar 130 liter, yang tampaknya tidak mungkin di mana faktanya cairan tubuh total pada orang dewasa hanya berkisar 40-45 liter. Dilema ini dapat dijelaskan oleh tendensi CO2 masuk dalam reaksi kimia dengan air dan menghasilkan asam karbonat. Hidrasi CO2 dan perubahannya menjadi asam karbonat merupakan proses berkelanjutan dan keadaan ini perbedaan terus menerus yang menggerakkan CO2 ke dalam larutan. Karena CO2 terus menghilang, volume CO2 total dalam larutan dapat melebihi volume larutan. Jika kita kita pernah membuka botol sapanye hangat maka kita akan tahu berapa banyak CO2 yang dapat larut dalam larutan.

SKEMA TRANSPOR CO2
Transpor CO2 merupakan proses yang kompleks, terlihat pada gambar 5. Titik temu dari transport CO2 adalah reaksi CO2 dengan air (H2O). Pada tahap pertama reaksi ini melibatkan pembentukan asam karbonat (carbonic acid). Tahap ini biasanya reaksi lambat dan berlangsung 40 detik hingga selesai. Kecepatan reaksi The reaction speeds up considerably in the presence of the enzyme carbonic anhydrase and takes less than 10 milliseconds (msec) to complete (18). Karbonat anhidrase terbatas pada sel darah merah dan tidak terdapat di dalam plasma. Kemudian CO2 cepat terhidrasi hanya di dalam sel darah merah dan membuat perbedaan tekanan yang menyebaban CO2 masuk ke dalam sel.


Gambar 5. Reaksi kimia yang terjadi pada transpor CO2. Nilai dalam tanda kurung menunjukkan jumlah tiap komponen yang ada dalam 1 liter darah vena. Panah ganda menunjukkan kecenderungan jalur reaksi.

Asam karbonat langsung berdisosiasi menghasilkan ion hidrogen dan bikarbonat. Fraksi besar bikarbonat yang terbentuk dalam sel darah merah dimasukkan kembali ke dalam plasma bertukar dengan klorida. Ion hidrogen yang dibentuk dalam sel darah merah disangga (buffered) oleh hemoglobin. Melalui jalur ini, CO2 yang masuk ke dalam sel darah merah terurai dan bagian yang disimpan (hemoglobin) dan bagian yang dilepas (bikarbonat) agar ada ruangn untuk CO2 lain yang akan masuk ke dalam sel darah merah. Proses ini membuat tempat untuk menyimpan CO2 dalam sel darah merah dalam jumlah besar.

Fraksi kecil CO2 dalam sel darah merah bereaksi dengan kelompok amino bebas di hemoglobin untuk menghasilkan asam karbamat (carbamic acid), yang berdisosiasi untuk membentuk residu karbamino (HbNHCOO) dan ion hidrogen. Reaksi ini memberi kesempatan hemoglobin berperan sebagai penyangga (buffer)

KANDUNGAN CO2 DALAM DARAH
Hasil pemeriksaan PCO2 dapat dilihat pada tabel 4. Seperti oksigen, bentuk CO2 terlarut, dan konsentrasi CO2 terlarut ditentukan hasil PCO2 dan koefisien CO2 dalam air (misalnya 0,69 mL/L/mm Hg pada 37°C). Kandungan CO2 terlarut dalam arteri dan vena dapat dilihat pada tabel 4. Seperti oksigen, CO2 terlarut merupakan fraksi kecil dari total CO2 yang ada dalam darah.

CO2 total yang terdapat dalam darah merupakan gabungan beberapa komponen, termasuk CO2 terlarut dan konsentrasi bikarbonat dalam plasmda dan eritrosit, dan kandungan CO2 karbamino dalam eritrosit. Nilai normal tiap komponen ini di dalam darah dapat dilihat pada tabel 5. Jika nilai-nilai ini dijumlahkan maka CO2 total adalah 23 mEq/L, yaitu 17 mEq/L dalam plasma dan 6 mEq/L dalam sel darah merah. CO2 lebih besar dalam plasma ‘membohongi’ kita karena kebanyakan komponen plasma adalah bentuk bikarbonat yang telah dikeluarkan dari sel darah merah.





Karena CO2 mudah terurai menjadi ion-ion (hidrogen dan bikarbonat), konsentrasi CO2 sering dinyatakan dalam ekuivalen ion (mEq/L), terlihat pada gambar 5. Konversi ke satuan volume bisa dilakukan karena 1 mol CO2 akan memiliki volume 22,3 liter. Oleh karena itu:

CO2 (mL/L) = CO2 (mEq/L × 22.3)

Pada tabel 4 terlihat kandungan CO2 dalam darah dalam satuan volume. Perhatikan bahwa volume total CO2 dalam darah (sekitar 2,6 L) adalah 3 kali volume O2 dalam darah (805 mL).

HEMOGLOBIN SEBAGAI BUFFER
Gambar 5 memperlihatkan peran penting hemoglobin dalam transportasi CO2 dalam hal sebagai buffer ion hidrogen yang dibentuk dari proses hidrasi CO2 dalam sel darah merah. Kemampuan buffer hemoglobin tampak pada tabel 5. Perhatikan bahwa kapasitas buffer total hemoglobin adalah 6 kali lebih besar dari kemampuan buffer seluruh protein plasma

Kerja buffer hemoglonin merupakan sifat gugus imidazol yang terdapat pada residu 38 histidin di molekul. Gugus imidazol ini memiliki disosiasi kontsan dengan pK 7.0, sehingga mereka berperan sebagai buffer yang efektif pada kisaran pH 6 hingga 8 (buffer efektif pada selisih pH 1 unit dari nilai pK). Sebaliknya, sistem buffer asam karbonat-bikarbonat memiliki pK 6,1, maka sistem buffer ini akan efektif pada pH 5,1-7,1. Melihat perbandingan kisaran buffer hemoglobin dan bikarbonat maka hemoglobin lebih efektif sebagai buffer dibandingkan bikarbonat pada kisaran pH yang diinginkan (pH 7-8). Aspek fungsi hemoglobin ini perlu mendapat perhatian lebih.

MENGAPA HEMOGLOBIN BERLEBIH?
Sebagaimana telah dikemukakan, massa hemogloin dalam darah jauh lebih banyak dari yang dibutuhkan untuk transport oksigen, dan melihat peran hemoglobin dalam transport CO2, tampaknya kelebihan hemoglobin ini dibutuhkan untuk transport CO2. Melihat banyaknya volume CO2 dalam darah (lihat tabel 4), maka dapat dimengerti mengapa banyak sekali hemoglobin dalam datah.

EFEK HALDANE 
Hemoglobin memiliki kapasitas buffer yang lebih besar ketika dalam bentuk desaturasi, dan darah yang terdesaturasi penuh dapat mengikat tambahan CO2 sebanyak 60 mL/L. Peningkatan kandungan ini sebagai akibat desaaturasi oksihemoglobin ini dikenal sebagai efek Haldane. Kurva disosiasi pad gambar 6 menunjukkan bahwa efek Haldane berperan penting dalam pengambilan CO2 ke dalam darah vena. Dua titik dalam gambar menunjukkan bahwa kandungan CO2 dalam darah bena 40 mL/L lebih tinggi dibanding darah arteri. Tanda ‘}’ menunjukkan bahwa sekitar 60% prningkatan kandungan CO2 dalam darah vena berkaitan dengan peningkatan PCO2, sementara 40% berkaitan dengan desaturasi oksihemoglobin. Jadi, efek Haldane bertanggung jawab atas hampir setengah peningkatan kandungan CO2 dalam darah vena. Ini merupakan contoh lain peran penting hemoglobin dalam transpor CO2.


Gambar 6. Kurva disosiasi CO2 untuk darah arteri (SatO2 = 98%) dan darah vena (SatO2 = 70%). Dua titik menunjukkan kandungan CO2 dalam arteri dan vena. Tanda ’}’ menunjukkan kontribusi relatif dari desaturasi hemoglobin (efek Haldane) dan produksi CO2 metabolik (efek PcO2) untuk meningkatkan kandungan CO2 yang terjadi dari darah arteri ke darah vena.

ELIMINASI CO2 (VcO2)?
Disosiasi CO2 yang terjadi selama transpor dalam darah vena akan kembali saat darah mencpai paru-paru. CO2 yang terbentuk kemudian dieliminasi melalui paru-paru. Eliminasi CO2 (VcO2) dapat ditulis dengan persamaan yang sama dengan pmbentukan persamaan VO2.

VCO2 = Q x (CvCO2 – CaCO2) (Persamaan 14)

CvCO2 dan CaCO2 menggambarkan kandungan CO2 dalam darah vena dan arteri. Perhatikan bahwa komponen arteri dan vena terbalik bila dibandingkan dengan persamaan VO2. Penentuan VO2 dengan menggunakan variabel pada persamaan 14 terlihat pada gambar 7.
Sayangnya, tidak ada persamaan dasar yang sederhana untuk kandungan CO2 dalam darah, sehingga VcO2 biasanya diukur langsung. Sebagaimana terlihat pada tabel 3, VcO2 normal pada dewasa adalah 160–220 mL/menit, atau 90–130 mL/menit/m2. VcO2 normal sekitar 80% dari VO2, sehingga rasio VcO2/VO2 normalnya 0,8. Rasio VcO2/VO2, yang disebut sebagai respiratory quotient (RQ), digunakan untuk menentukan jenis substrat nutrisi utama yang dimetabolisme

VCO2 SEBAGAI EKSKRESI ASAM
CO2 adalah asam esensial karena kecenderungannya berdisosiasi dan membentuk asam karbonat. Kemudian saat kandungan CO2 dinyatakan dalam ekuivalen ion (mEq/L), VcO2 (mEq/menit) dapat digunakan untuk mnggambarkan kecepatan ekskresi asam volatil melalui paru. Ini tampak pada gambar 7. Kecepatan ekskresi asam normal adalah 9 mEq/min, atau 12.960 mEq dalam 24 jam. Karena ginjal mengekskresikan asam hanya 40 hingga 80 mEq tiap 24 jam, organ penting yang mengekskresikan asam dalam tubuh adalah paru, bukan ginjal.


Gambar 7. Skema yang menggambarkan faktor yang berperan dalam eliminasi CO2 melalui paru (VCO2). VCO2 dinyatakan sebagai aliran gas (mL/menit) dan sebagai ekskresi asam (mEq/menit) Q = curah jantung (cardiac output); CaCO2 = kandungan CO2 arteri; CvCO2 = kandungan CO2 vena.

Sumber kutipan
Marino PL. The ICU Book. 3rd edition. New York: Lippincott Williams & Wilkins, 2007.

Kamis, 28 Juni 2007

TRANSPOR O2 DAN CO2 (3)

OXYGEN DELIVERY (DO2)
O2 yang masuk ke dalam aliran darah di paru akan dibawa ke organ-organ vital oleh jantung. Laju prosesnya disebut oxygen delivery (DO2). DO2 menggambarkan volume O2 (dalam milimeter) yang mencapai pembuluh darah kapiler sistemik tiap menit. Nilainya setara dengan hasil perkalian kandungan O2 dalam arteri (CaO2) dengan satuan mL/L dan curah jantung (Q) dalam L/min

DO2 = Q x CaO2 x 10 (Persamaan 6)

(Angka pengali 10 digunakan untuk mengubah satuan CaO2 dari mL/dL menjadi mL/L, sehingga DO2 dapat dinyatakan dalam mL/min). Jika CaO2 diuraikan menjadi komponen-komponennya (1,34 x Hb x SaO2), persamaan 6 dapat ditulis menjadi.

DO2 = Q x 1,34 x Hb x SaO2 x 10 (Persamaan 7)

Bila kateter arteri pulmonal digunakan untuk menilai curah jantung (cardiac output), DO2 dapat dihitung dengan persamaan 7. DO2 normal pada orang dewasa saat istirahat adalah 900–1,100 mL/min, atau 500–600 mL/min/m2 (lihat tabel 3).



OXYGEN UPTAKE (VO2)
Ketika darah mencapai pembuluh kapiler sistemik, O2 terpisah dari hemoglobin dan masuk ke dalam jaringan. Laju terjadinya prosesnya disebut oxygen uptake (VO2). VO2 menggambarkan volume O2 (dalam mL) yang meninggalkan darah kapiler dan masuk ke dalam jaringan tiap menit. Karena O2 tidak disimpan dalam jaringan, maka nilai VO2 juga merupakan nilai penggunaan O2 di jaringan. VO2 (dalam mL/menit) dapat dihitung dengan mengalikan curah jantung (cardiac output, Q) dan selisih kandungan oksigen arteri dan vena. (CaO2 - CvO2).

VO2 = Q x (CaO2-CvO2) x 10 (Persamaan 8)

(Angka pengali 10 digunakan dengan alasan yang sama dengan penjelasan untuk DO2). Metode untuk mendapatkan nilai VO2 ini disebut metode kebalikan Fick karena persamaan 8 adalah variasi dari persamaan Fick (di mana curah jantung merupakan variabel asal: Q = VO2/CaO2 - CvO2). Karena CaO2 dan CvO2 memiliki komponen yang sama (1.34 × Hb × 10), maka persamaan 8 ditulis menjadi:

VO2 = Q x (CaO2-CvO2) x 10
VO2 = Q x [{(13,4 × Hb × 10) x SaO2}-{(13,4 × Hb × 10) x SvO2}] x 10
VO2 = Q x (13,4 × Hb × 10) x (SaO2 – SvO2) (Persamaan 9)

Pada persamaan terlihatkan bahwa VO2 menggunakan variabel yang dapat diukur pada praktek sehari-hari. Penentuan VO2 dalam persamaan terlihat pada gambar 3. Kisaran normal VO2 pada orang dewasa sehat adalah 200–300 mL/menit, atau 110–160 mL/menit/m2 (lihat tabel 3).



Gambar 3. Gambaran skematik dari faktor-faktor yang menentukan laju ambilan oksigen (oksigen uptake, VO2) dari mikrosirkulasi. SaO2 dan SvO2 = Saturasi oksigen dari hemoglobin di dalam darah arteri dan vena; PO2 = tekanan parsial oksigen; Hb = molekul hemoglobin.

FICK VS WHOLE-BODY VO2
VO2 pada persamaan Fick yang dimodifikasi tidak sama dengan VO2 seluruh tubuh (whole-body VO2) karena tidak memasukkan konsumsi O2 paru-paru. Normalnya, VO2 paru-paru nilainya kurang dari 5% VO2 seluruh tubuh, tapi dapat meningkat 20% VO2 seluruh tubuh pada pasien dengan keadaan inflamasi paru (yang sering terjadi pada pasien ICU). Hal ini menjadi penting bila VO2 digunakan sebagai target terapi manajemen hemodinamik karena taksiran yang rendah dari VO2 seluruh tubuh dapat menyebabkan manajemen yang agresif berlebihan untuk meningkatkan VO2. Pengukuran langsung VO2 (akan dijelaskan kemudian) akan memberi gambaran yang lebih akurat dari VO2 seluruh tubuh.

PENGUKURAN LANGSUNG VO2
VO2 seluruh tubuh dapat diukur secara langsung dengan memantau laju hilangnya O2 dari paru. Pengukuran ini dilakukan menggunakan peralatan khusus dengan alat analisis gas oksigen yang dihubungkan dengan jalan napas sisi proksimal (biasanya pada pasien yang terintubasi) untuk mengukur konsentrasi O2 dari udara inhalasi dan ekshalasi. Alat akan mencatat dan menampilkan VO2 sebagai hasil ventilasi semenit (minute ventilation, VE) dan fraksi konsentrasi O2 dari gas inhalasi dan ekshalasi (FiO2 dan FeO2).

VO2 = VE x (FiO2 – FeO2) (Persamaan 10)

Pengukuran langsung VO2 lebih akurat dari perhitungan VO2 (Fick) karena hasilnya lebih mendekati nilai VO2 seluruh tubuh. Kelemahan utama dari pemeriksaan langsung VO2 adalah tidak tersedianya peralatan pemantauan (monitoring) di banyak unit perawatan intensif (ICU) dan membutuhkan tenaga terlatih untuk menjalankan peralatan.

RASIO EKSTRAKSI OKSIGEN (Oxygen-Extraction Ratio, O2ER)
Fraksi oksigen di kapiler yang masuk ke jaringan merupakan sarana untuk menilai efisiensi transpor O2. Nilai ini dipantau dengan parameter yang disebut rasio ekstraksi oksigen (oxygen extraction ratio, O2ER), yang merupakan rasio dari oksigen yang diambil di jaringan (O2 uptake) terhadap O2 yang dibawa ke jaringan (O2 delivery).

O2ER = VO2 / DO2 (Persamaan 11)

Rasio ini dapat dikalikan dengan 100 dan dinyatakan dalam persen. Karena VO2 dan DO2 memiliki komponen yang sama (Q x 1,34 x Hb x 10), maka persamaan 11 dapat disederhanakan hanya menggunakan 2 variabel terukur:

O2ER = VO2 / DO2
O2ER = (Q x (((13,4 × Hb × 10) x SaO2)-((13,4 × Hb × 10) x SvO2)) x 10} / (Q x 1,34 x Hb x SaO2 x 10)
O2ER = (Q x (((13,4 × Hb × 10) x SaO2-SvO2)) x 10} / (Q x 1,34 x Hb x SaO2 x 10)
O2ER = (SaO2 - SvO2) / SaO2 (Persamaan 12)

Saat SaO2 mendekati nilai 1.0 (yang biasanya terjadi), O2ER secara kasar sama dengan selisih SaO2 dan SvO2: O2ER = SaO2 - SvO2.

O2ER normal sekitar 0,25 (kisaran = 0,2-0,3), terlihat pada tabel 3. Ini berarti bahwa hanya 25% dari oksigen yang bawa ke kapiler sistemik dan digunakan oleh jaringan. Meskipun ekstraksi O2 normalnya rendah, nilai ini dapat menyesuaikan dan dapat meningkat saat kiriman oksigen ke jaringan terganggu. Penyesuaian ekstraksi O2 merupakan faktor penting dalam pengaturan oksigenisasi jaringan.

PENGATURAN UPTAKE OKSIGEN
Sistem transpor oksigen diatur untuk mempertahankan aliran konstan oksigen ke jaringan (VO2 yang konstan) dalam menghadapi perubahan suplai oksigen (DO2 yang bervariasi). Keadaan ini dimungkinkan karena kemampuan ekstraksi oksigen menyesuaikan dengan perubahan kiriman oksigen (DO2). Sistem pengendalian VO2 dapat diterangkan dengan menyusun kembali persamaan ekstraksi O2 (Persamaan 11) sehingga VO2 menjadi variabel dependen:

VO2 = DO2 x O2ER (Persamaan 13)

Persamaan menunjukkan bahwa VO2 akan tetap konstan bila perubahan pada DO2 disertai perubahan yang setara pada O2ER. Namun, bila ekstraksi O2 tetap tidak berubah, maka perubahan DO2 akan disertai perubahan VO2 yang setara. Kemampuan ekstraksi oksigen menyesuaikan perubahan DO2 menentukan kemampuan mempertahankan VO2 yang konstan.

HUBUNGAN DO2-VO2
Hubungan normal antara kiriman oksigen (DO2) dan ambilan oksigen (VO2) terlihat pada gambar 4. Seiring awal penurunan DO2 di bawah normal (ditunjukkan oleh panah di gambar), VO2 awalnya konstan, menandakan O2ER semakin meningkat sesuai penurunan DO2. Penurunan DO2 lebih jauh akan mencapai suatu titik di mana VO2 kemudian akan menurun. Perubahan nilai VO2 yang konstan menjadi nilai VO2 yang berubah terjadi saat ekstraksi O2 meningkat di atas nilai maksimal 50-60% (O2ER = 0,5-0,6). Segera setelah O2ER maksimal, penurunan DO2 lanjut akan menyebabkan penurunan VO2 yang setara. Bila ini terjadi maka VO2 akan tergantung suplai oksigen (supply-dependent), dan laju metabolisme aerob akan tergantung suplai oksigen. Kondisi ini disebut sebagai disoksia. Seiring mulai menurunya metabolisme aerob (VO2), produksi oksidatif fosfat energi tinggi (ATP) mulai menurun, mengakibatkan gangguan fungsi sel dan bahkan kematian sel. Tanda klinis dari proses ini adalah gambaran klinis syok dan gagal multiorgan yang progresif.


Gambar 4. Grafik menunjukkan hubungan normal antara kiriman O2 (DO2) dan ambilan O2 (VO2) saat kiriman oksigen menurun, ditunjukkan panah.

DO2 KRITIS (Critical DO2)
DO2 dimana VO2 mulai tergantung suplai O2 disebut DO2 kritis (critical DO2). Keadaan ini adalah DO2 terendah yang dapat berperan penuh dalam metabolisme aerob dan ditentukan dengan melihat perubahan arah (tikungan) pada kurva DO2-VO2 (lihat gambar 4). Meskipun mampu menentukan batas ambang metabolisme anaerob, DO2 kritis memiliki nilai klinis terbatas. Pertama, DO2 kritis memiliki variasi yang sangat beragam di berbagai penelitian pasien kritis dan tidak mungkin untuk menentukan DO2 kritis pada tiap pasien di ICU. Kedua, kurva DO2-VO2 dapat berupa kurvalinear (misalnya tanpa titik tunggal transisi dari VO2 yang konstan menjadi VO2 yang menurun), dan pada keadaan ini tidak mungkin menentukan DO2 kritis.

Rasio DO2:VO2 dapat menjadi parameter yang lebih berguna dibanding DO2 kritis untuk menentukan (dan menghindari) batas ambang metabolisme anaerob. Mempertahankan rasio DO2:VO2 menjadi 4:1 atau lebih telah menjadi direkomendasikan sebagai strategi untuk menghindari batas ambang metabolisme anaerob pada pasien kritis.

Sumber kutipan
Marino PL. The ICU Book. 3rd edition. New York: Lippincott Williams & Wilkins, 2007.

Rabu, 27 Juni 2007

TRANSPOR O2 DAN CO2 (2)

KANDUNGAN 02 ARTERI
Konsentrasi O2 dalam darah arteri (CaO2) dapat dihitung dengan menggabungkan persamaan 1 dan 2 serta menggunakan saturasi O2 dan PO2 dari darah arteri (SaO2 dan PaO2).

CaO2 = (1,34 x Hb x SaO2) + (0,003 x PaO2) (Persamaan 3)

Konsentrasi normal O2 yang terikat, terlarut, dan total dalam darah arteri dapat dilihat pada tabel 2. Ada sekitar 200 mL O2 dari tiap liter darah arteri dan hanya 1,5% (3 mL) yang terlarut dalam plasma. Konsumsi oksigen rata-rata orang dewasa adalah 250 mL/menit, yang berarti jika orang dewasa terpaksa hanya menggunakan O2 terlarut dalam plasma maka diperlukan curah jantung (cardiac output) 89 L/menit untuk mempertahankan metabolisme aerob. Hal ini menunjukkan pentingnya hemoglobin dalam hal transport oksigen.




KANDUNGAN O2 VENA (CvO2)
Konsentrasi O2 dalam darah vena (CvO2) dapat dihitung dengan cara yang sama dengan CaO2, menggunakan saturasi O2 dan PO2 dari darah vena (SvO2 dan PvO2).

CvO2 = (1,34 x Hb x SvO2) + (0,003 x PvO2) (Persamaan 4)

Nilai SvO2 dan PvO2 paling baik diperiksa dari darah vena campur (mixed venous) yang diambil dari arteri pulmonalis (menggunakan kateter arteri pulmonal). Tampak pada tabel 2, SvO2 normal adalah 73% (0,73), PvO2 normal 40 mmHg, dan CvO2 normal 15 mL/dL (150 mL/L).

PERSAMAAN KANDUNGAN O2 SEDERHANA
Konsentrasi O2 terlarut dalam plasma sangat kecil dan biasa dihilangkan dari peramaan kandungan O2. Kandungan O2 dalam darah kemudian dianggap sama dengan fraksi Hb-pengikat O2 (lihat persamaan 1)

Kandungan O2 = 1,34 x Hb x SO2 (Persamaan 5)

ANEMIA vs HIPOKSEMIA
Dokter sering mengunakan PO2 arteri (PaO2) sebagai indikator banyaknya oksigen yang ada di dalam darah. Namun sesuai persamaan 5, konsentrasi hemoglobin terutama ditentukan oleh kandungan oksigen di dalam darah. Perbandingan pengaruh hemoglobin dan PaO2 pada nilai oksigen dalam darah dapat dilihat pada gambar 2.1. Grafik pada gambar ini menunjukkan efek perubahan proporsional pada konsentrasi hemoglobin dan PaO2 pada kandungan oksigen dari darah arteri (CaO2). Penurunan hemoglobin 50% (dari 15 menjadi 7,5 g/dL) akan diikuti penurunan CaO2 sebesar 50% (dari 200 menjadi 101 mL/L), sementara penurunan PaO2 50% (dari 90 menjadi 45 mmHg) menyebabkan penurunan CaO2 hanya 18% (dari 200 menjadi 163 mL/L). Grafik ini menunjukkan bahwa anemia memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap oksigenasi darah dibandingkan hipoksemia. Hal ini mengingatkan kita untuk menghindari penggunaan PaO2 untuk menilai oksigenisasi arterial. PaO2 seharusnya digunakan untuk menilai efisiensi pertukaran gas di paru-paru.


Gambar 2.1 Grafik menunjukkan efek penurunan 50% dari konsentrasi hemoglobin (Hb) dan PO2 arteri (Pao2) pada konsentrasi oksigen dalam darah arteri (CaO2).

KETERBATASAN OKSIGEN DALAM DARAH
Volume total O2 dalam sirkulasi darah dapat dihitung dari volume darah dan konsentrasi O2 dalam darah. Perkiraan volume O2 dalam darah arteri dan vena dapat dilihat pada tabel 2. Jumlah volume O2 dalam darah arteri dan vena adalah 805 mL. Untuk memahami gambaran terbatasnya volume O2, maka ingat bahwa konsumsi O2 seluruh tubuh dari orang dewasa rata-rata saat istirahat adalah sekitar 250 mL/menit. Artinya, volume total O2 di dalam darah cukup menopang metabolisme aerob hanya untuk selama 3-4 menit. Jadi jika pasien berhenti napas, kita hanya punya sedikit waktu yang berharga (hitungan menit) untuk memulai tindakan bantuan napas sebelum persediaan oksigen dalam darah habis.

Keterbatasan jumlah O2 dalam darah juga diperlihatkan oleh metabolisme oksidatif glukosa, yang tertulis dengan rumus: C6H12O6 + 6O2 --> 6CO2 + 6H2O. Rumus ini menunjukkan bahwa oksidasi sempurna dari 1 mol glukosa membutuhkan 6 mol glukosa. Untuk menentukan apakah O2 dalam darah cukup untuk memetabolisme glukosa dalam darah, perlu diketahui jumlah glukosa dan oksigen dalam darah dalam satuan milimol (mmol). Nilai yang tampak di sini berdasarkan kadar glukosa darah 90 mg/dL atau 90/180 = 0,5 mmol/dL, volume darah 5 liter, dan O2 darah total 805 mL atau 805/22,4 = 36,3 mmol:

Glukosa total dalam darah: 25 mmol
O2 total dalam darah: 36,3 mmol
O2 yang dibutuhkan untuk metabolisme glukosa: 150 mmol

Hal di atas menunjukkan O2 di dalam darah hanya 20 hingga 25% dari jumlah yang dibutuhkan untuk metabolisme oksidatif glukosa dalam darah

MENGAPA O2 SANGAT SEDIKIT?
Pertanyaan wajar adalah mengapa organisme yang membutuhkan oksigen untuk hidup dibuat untuk melakukan metabolisme di lingkungan dengan oksigen terbatas. Jawabannya mungkin terkait dengan efek toksik oksigen. Oksigen telah diketahui kemampuannya menghasilkan kerusakan sel yang mematikan melalui hasil metabolit toksiknya (superoxide radical, hydrogen peroxide, and the hydroxyl radical). Sehingga membatasi konsentrasi oksigen di lingkungan sel mungkin merupakan mekanisme perlindungan sel dari kerusakan sel akibat oksigen. Peran kerusakan sel akibat oksigen pada penyakit klinis sangat menggemparkan dan banyak dipelajari.

HEMOGLOBIN YANG BERLIMPAH
Berbeda dengan volume oksigen dalam darah yang sedikit, massa total hemoglobin dalam sirkulasi tampaknya sangat banyak. Jika Hb serum normal 15 g/dL (150 g/L) dan volume darah normal liter (70 mL/kg), massa total hemoglobin dalam sirkulasi 750 grams (0,75 kg) atau 1,65 lbs. Besarnya ukuran hemoglobin darah tergambar pada gambar 2.2 yang membandingkan massa hemoglobin terhadap berat jantung normal. Berat jantung hanya 300 gram, sehingga hemoglobin dalam sirkulasi 2,5 kali lebih berat jantung. Artinya, setiap 60 detik, jantung harus memindahkan massa yang 2 kali lebih berat ke dalam sistem sirkulasi.



Gambar 2.2. Timbangan yang memperlihatkan lebih beratnya hemoglobin yang bersirkulasi bila dibandingkan dengan berat jantung. Angka dalam tiap pemberat kecil menunjukkan beratnya masing-masing dalam satuan gram.

Apakah semua hemoglobin ini diperlukan? Saat ekstraksi oksigen dari kapiler maksimal, sekitar 40% hingga 50% hemoglobin dalam darah vena tetap tersaturasi penuh dengan oksigen. Artinya, hampir setengah dari hemoglobin dalam sirkulasi tidak digunakan untuk proses metabolisme aerob. Apa peran hemoglobin yang berlebih? Sebagai sarana transpor karbodioksida yang akan dibahas kemudian.

Sumber kutipan
Marino PL. The ICU Book. 3rd edition. New York: Lippincott Williams & Wilkins, 2007.